Kuliah

Kamis, 08 Desember 2011

Makalah : TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


A.      Pengertian Belajar menurut Pandangan Teori Behavioristik Secara Umum
Teori behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Ciri-ciri Teori Behavioristik:
·                Mementingkan faktor lingkungan
·                Menekankan pada faktor bagian
·                Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
·                Sifatnya mekanis
·                Mementingkan masa lalu
Menurut Teori Behavioristik, balajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika Ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat menghitung perkalian. Walaupun Ia sudah belajar giat, namun jika anak tersebut belum dapat mempratekkan perhitungan perkalian, maka Ia belum dianggap belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan (input) yang berupa stimulus dan keluaran (respon) yang berupa respon. Dalam contoh diatas stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara- cara tertentu untuk membantu siswa belajar. Sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Menurut Teori Behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh Teori Behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) .Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon tersebut akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap tetap dikuatkan. Misalnya ketika Guru memberi tugas kepada siswa-siswanya, ketika tugas itu ditambahkan maka Ia akan semakin giat belajar. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugasnya dikurangi ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan pengutan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan salah satu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.

B.       Pandangan Teori behavioristik menurut para Ahli
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson, Chark Hull, Edwin Guthrie, Pavlov, Skinner, Robert Gagne dan Albert Bandura. Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka. Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan teori ini dari awal perkembangannya hingga sekarang. Secara singkat, berturut-turut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik, sebagai berikut :
1.         Teori Belajar Menurut Thorndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S                       R               S1             R1             dst
         Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
  1. Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
  2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
  3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.      Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.      Hukum Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.       Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).


d.      Hukum Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.       Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1)      Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2)      Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3)      Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4)      Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.  
  
1.      Teori Belajar Menurut  Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar mengajar, namun Ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar dengan ilmu-ilmu lain seperti biologi, fisika yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang akan terjadi setelah seseorang melakukan belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu adalah penting.
2.      Teori Belajar Menurut Clark Hull
Chark hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun Ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua tingkah laku bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

3.      Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Edwin Guthrie. Ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun Ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan kebutuhan sebgaimana yang dijelaskan oleh Chark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara , oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa atau peserta didik harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas, guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
4.      Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.    
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.      
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

5.        Teori Belajar Menurut Skinner
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”.  Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Manajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
·      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
·      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
·      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
·      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
·      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
·      Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
·      Dalam pembelajaran digunakan shapping.

6.        Robert Gagne ( 1916-2002).

Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan  masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.

7.        Albert Bandura (1925-masih hidup).

Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare  alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
·           Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
·           Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
·           Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
·           Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

C.      Aplikasi Teori Behavioristik dalam kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah perkembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah Teori Behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori Behavioristik dengan hubungan stimulus dan responnya, mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dibentuk dengan menggunakan metode drill atau metode pembiasaan. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah seperti hubungan stimulus dan respon, individu dan siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukkan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti, tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan dapat memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks atau buku wajib. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada proses pasif, keterampilan secara terpisah dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntun satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sucaiti dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran. Langkah- langkah tersebut meliputi :
a.       Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
b.      Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidnetifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa.
c.       Menentukan materi pelajaran
d.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsb.
e.       Menyajikan materi pelajaran
f.       Memberikan stimulus, dapat berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas.
g.      Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa
h.      Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif atau penguatan negatif ) atau hukuman
i.        Memberikan stimulus baru
j.        Mengamati dan mengkaji respon yang telah diberikan.
k.      Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
l.        Demikian seterusnya
m.    Evaluasi hasil belajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan
b.      Mementingkan bagian-bagian
c.       Mementingkan peranan reaksi
d.      Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.       Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.      Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.



D.    Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
Kelebihan
1.      Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Contoh : percakapan bahasa asing, mengetik, menari, berenang, olahraga.
2.      Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
3.      Dapat dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya

Kekurangan
1.      Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2.      Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa ( teori skinner ) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar , ejekan , jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar