A. Pengertian
Belajar menurut Pandangan Teori Behavioristik Secara Umum
Teori behavioristik adalah teori perkembangan perilaku,
yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap
rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik
positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman
kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak
benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan
apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of
Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant
Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Ciri-ciri Teori
Behavioristik:
·
Mementingkan faktor lingkungan
·
Menekankan pada faktor bagian
·
Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
·
Sifatnya mekanis
·
Mementingkan masa lalu
Menurut Teori Behavioristik, balajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika Ia
dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat
menghitung perkalian. Walaupun Ia sudah belajar giat, namun jika anak tersebut
belum dapat mempratekkan perhitungan perkalian, maka Ia belum dianggap belajar.
Menurut teori ini
yang terpenting adalah masukan (input)
yang berupa stimulus dan keluaran (respon)
yang berupa respon. Dalam contoh diatas stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau
cara- cara tertentu untuk membantu siswa belajar. Sedangkan respon adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut.
Menurut Teori Behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Yang
dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang
juga dianggap penting oleh Teori Behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) .Penguatan adalah apa
saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
tersebut akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan
tetap tetap dikuatkan. Misalnya ketika Guru memberi tugas kepada
siswa-siswanya, ketika tugas itu ditambahkan maka Ia akan semakin giat belajar.
Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugasnya
dikurangi ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas
merupakan pengutan negatif (negative reinforcement)
dalam belajar. Jadi penguatan merupakan salah satu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
B. Pandangan
Teori behavioristik menurut para Ahli
Tokoh-tokoh aliran
behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson, Chark Hull, Edwin Guthrie, Pavlov, Skinner, Robert Gagne dan Albert Bandura. Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju
dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat
diantara mereka. Setiap
dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan
teori ini dari awal perkembangannya hingga sekarang. Secara
singkat, berturut-turut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik, sebagai berikut :
1.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan
psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun
1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.
Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and
social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book
(1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat
sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar
(puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error)
terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error
learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup
besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh
pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang
coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup
dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam
sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and
error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan
cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing
tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai
hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus
baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat
digambarkan sebagai berikut:




Dalam percobaan
tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk
mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja
kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan
kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali,
dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan
sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum
belajar sebagai berikut :
- Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
- Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
- Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah,
tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila
anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya,
ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike
berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan
yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada
binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.
Hukum
Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini
mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.
Hukum
Sikap ( Set/ Attitude)
Hukum ini
menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada
dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum
Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)
Hukum
ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada
stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (
respon selektif).
d.
Hukum
Respon by Analogy
Hukum
ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum
pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang
belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin
mudah.
e.
Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum
ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang
belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi
sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain
menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike
mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1) Hukum
latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
2) Hukum
akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat
apa-apa.
3)
Syarat
utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling
sesuai antara stimulus dan respon.
4)
Akibat
suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
1.
Teori
Belajar Menurut Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran
behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel)
dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar mengajar,
namun Ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam benak
siswa itu penting, namun semua
itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni,
karena kajiannya tentang belajar dengan ilmu-ilmu lain seperti biologi, fisika
yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat
diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka dapat
diramalkan perubahan-perubahan apa yang akan terjadi setelah seseorang
melakukan belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti
perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian
mereka tetap mengakui hal itu adalah penting.
2.
Teori
Belajar Menurut Clark Hull
Chark
hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun Ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori
evolusi, semua tingkah laku bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan
dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya.
Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di
laboratorium.
3.
Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Edwin Guthrie. Ia
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Namun Ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan kebutuhan sebgaimana yang dijelaskan
oleh Chark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon
cenderung hanya bersifat sementara , oleh sebab itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai
macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya
bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat mampu merubah kebiasaan dan
perilaku seseorang. Namun Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan
pentingnya penguatan (reinforcement)
dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti.
Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar
tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa atau peserta didik harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas, guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler,
1991).
4. Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di
Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang
pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi.
Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik
di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan
Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau
persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli
lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran,
peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan
arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari
asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku
manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan
percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga
kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu
makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan
keluar pula.
Makanan adalah
rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada
anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned
Respons.
Pavlov berpendapat,
bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov
menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Dari eksperimen
Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui
bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng
sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur
anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini
bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-hari ada situasi
yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls
yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi
setelah si penjual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa
menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak
ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak
menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay)
yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan
antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh
tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan,
sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.
5.
Teori Belajar Menurut Skinner
Seperti halnya
kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik
untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya
yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar,
ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi
diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The
Experimental an Analysis of Behavior”.
Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the
Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
(Sahakian,1970)
B.F. Skinner
berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model
instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.
Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning
klasik.
Gaya mengajar guru
dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru
melalui pengulangan dan latihan.
Manajemen Kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium
Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
“skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol,
alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur
nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar
tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus
bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol,
makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai
peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan
berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif
dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku,
atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku
tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
·
Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
·
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
·
Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
·
Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari
adanya hukuman.
·
Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas
sendiri.
·
Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
· Dalam
pembelajaran digunakan shapping.
6. Robert Gagne ( 1916-2002).
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan
berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of
learning. Gagne pelopor dalam
instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia
kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk
mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori
Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut
sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksional
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam
hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang
harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks
( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep)
sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar
aturan dan pemecahan
masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi
stimulus respon.
7. Albert Bandura (1925-masih hidup).
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di
Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia
seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial
serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo
Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang
dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
adalah:
·
Perhatian,
mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
·
Penyimpanan
atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
·
Reproduksi motorik,
mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
·
Motivasi,
mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
C. Aplikasi
Teori Behavioristik dalam kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi
belajar yang sangat besar mempengaruhi arah perkembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah Teori Behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
Behavioristik dengan hubungan stimulus dan responnya, mendudukan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dibentuk dengan
menggunakan metode drill atau metode pembiasaan. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah
seperti hubungan stimulus dan respon, individu dan siswa pasif, perilaku
sebagai hasil yang tampak, pembentukkan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman. Teori ini
hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak
jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat dini, seperti kelompok
bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti,
tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar atau siswa. Siswa
diharapkan akan dapat memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh siswa.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada
keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks atau buku wajib. Pembelajaran
dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada proses pasif, keterampilan secara terpisah dan biasanya
menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntun satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini
menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Secara umum,
langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Sucaiti dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran. Langkah- langkah tersebut meliputi :
a.
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
b.
Menganalisis
lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidnetifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa.
c.
Menentukan
materi pelajaran
d.
Memecah
materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok
bahasan, topik, dsb.
e.
Menyajikan
materi pelajaran
f.
Memberikan
stimulus, dapat berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes atau kuis,
latihan atau tugas-tugas.
g.
Mengamati
dan mengkaji respons yang diberikan siswa
h.
Memberikan
penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif atau penguatan negatif
) atau hukuman
i.
Memberikan
stimulus baru
j.
Mengamati
dan mengkaji respon yang telah diberikan.
k.
Memberikan
penguatan lanjutan atau hukuman
l.
Demikian
seterusnya
m.
Evaluasi
hasil belajar.
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang
mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan
pengaruh lingkungan
b. Mementingkan
bagian-bagian
c. Mementingkan
peranan reaksi
d. Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.
Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.
Hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi
teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun
bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang
harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak
memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki
dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran
dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan
tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang
diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik
adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik,
dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini
sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai
persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata
pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada
situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan
dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori
behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif ,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.
D. Kelebihan
dan Kekurangan Teori Behavioristik
Kelebihan
1. Sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Contoh : percakapan bahasa asing, mengetik, menari, berenang, olahraga.
2. Cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
3. Dapat dikendalikan melalui cara
mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya
Kekurangan
1. Pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2. Murid hanya mendengarkan dengan
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai
cara belajar yang efektif. Penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa ( teori skinner ) baik hukuman verbal
maupun fisik seperti kata – kata kasar , ejekan , jeweran yang justru berakibat
buruk pada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar